Minggu, 15 Februari 2015

Pengelolaan Buku Induk, Leger, Rapot, dan Penilaian Autentik

Submitted by on November 21, 2013 – 1:04 pm3 Comments | 8,029
Dari hasil monitoring pelaksanaan kurikulum 2013 terhimpun data bahwa sebagian  sekolah belum dapat memfasilitasi guru melaksanakan penilaian autentik, belum mengembangkan dokumen pengolahan data hasil penilaian autentik,  belum mendisain leger, dan belum mendisain dan mengisi buku induk siswa. Buku induk siswa masih tertangguhkan penyelesaiannya.
Masalah tersebut terkait pada permasalahan utama sekolah yang belum memastikan bentuk daftar nilai yang guru gunakan dalam kegiatan pembelajaran dan penilaian. Sumber masalahnya utamanya  adalah kepala sekolah  belum mengembangkan sistem pengelolaan hasil penilaian autentik karena menunggu kepastian dokumen rapot.
Salah satu ciri khas pelaksanaan kurikulum 2013 adalah guru menghimpun data perkembangan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran. Untuk melaksanakan tugas tersebut, sekolah  perlu memperhatikan beberapa hal penting, yaitu:
  • Sekolah menetapkan kompetensi lulusan tingkat satuan pendidikan yang meliputi  ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan  sebagai  bahan rujukan guru. Di sini sekolah diharapkan pada dua pilihan sederhana. SKL satuan pendidikan sama dengan ketentuan pada permendikbud 54 tahun 2013 atau sekolah menetapkan kriteria lebih unggul daripada itu sehingga SKL yang ditetapkan memiliki keunggulan khas satuan pendidikan.
  • Memastikan bahwa SKL sekolah jaberkan ke dalam SKL tingkat mata pelajaran sehingga indikator kompetensi lulusan sesuai dengan SKL tingkat satuan pendidikan. Setiap mata pelajaran dapat menetapkan indikator kompetensi hasil belajar lebih tinggi daripada indikator mutu lulusan tingkat nasional.
  • Setiap satuan pendidikan menetapkan dokumen daftar nilai siswa yang guru gunakan dalam penilaian autentik, menghimpun data hasil ulangan, maupun data nilai tugas. Penyeragaman format nilai pada tingkat satuan pendidikan akan memudahkan sekolah mengolah data hasil penilaian guru.
  • Mengembangkan sistem dokumen nilai tingkat satuan pendidikan yang meliputi tiap mata pelajaran. Pengumpulan data dapat sekolah lakukan secara bertahap sehingga kepala sekolah dan dewan pendidik dapat melaksanakan pertemuan berkala untuk mengevaluasi perkembangan hasil belajar siswa yang meliputi seluruh mata pelajaran.
Dokumen nilai siswa yang menjadi pegangan guru di beberapa sekolah pada saat ini belum diintegrasikan pada sistem yang terpadu pada tingkat satuan pendidikan. Pada kondisi ini guru mengembangkan insiatif merekam data dari proses pembelajaran dengan indikator yang belum merujuk pada rumusan SKL tingkat satuan pendidikan sehingga akan menyulitkan dalam sistem pengolahan nilai pada akhir semester.
Dari kondisi seperti yang dideskripsikan di atas, dapat dihimpun sejumlah persoalan yang mengemukan menjelang akhir semester ganjil seperti di bawah ini:
  • Bagaimana menilai autentik?
  • Bagaimana sistem dokumen nilai autentik, hasil ulangan, nilai tugas dirumuskan?
  • Bagaimana sekolah menghimpun dan mengolah data hasil penilaian?
  • Bagaimana bentuk dan cara mengisi rapot?
  • Bagimaan bentuk buku induk dan leger dibuat?
Menjawab persoalan pertama, sekolah perlu menetapkan SKL tingkat satuan pendidikan  dengan indikator sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang jelas sehingga dapat menjadi rujukan guru  dalam melaksanakan penilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan dalam kelas. Untuk keperluan itu sekolah dapat melihat Perangkat dan Dokumen Penilaian Hasil Belajar (7249).
Penggunaan daftar nilai oleh guru akan menghasilkan data perkembangan hasil belajar pada tiap mata pelajaran yang meliputi sejumlah kompetensi dasar di sekolah menengah atau sub tema pada sekolah dasar. Nilai yang guru himpun sebaiknya menjadi bahan laporan dalam pertemuan berkala yang dipimpin oleh kepala sekolah dan selanjutnya diolah menjadi data perkembangan pencapaian belajar siswa.
Pada akhir tengah atau akhir semester, jika sekolah telah menggunakan sistem informasi untuk mengolah data capaian belajar siswa maka guru tidak dibebani lagi dengan pengolah nilai dengan data yang tidak dapat ditangani secara manual. Menghitung nilai pada ranah sikap dan keterampilan dapat diolah sebelum ulangan tengah atau akhir semester. Bahkan uraian capaian deskriptif dapat diolah dengan sistem yang sederhana seperti menggunakan excell.
Pengolahan data secara manual, apalagi diserahkan kepada guru seperti pada masa lalu akan menyebabkan penyelesaian leger, rapot dan buku induk terlambat. Oleh karena itu penggunaan teknologi mutlak diperlukan.
Persoalan pengisian buku induk sebenarnya dapat sekolah mulai dengan penggunaan perangkat komputer,  tidak perlu ada penangguhan. Buku induk siswa dapat mengadopsi model buku induk sebelumnya yang memuat data siswa.Pada bagian data nilai siswa sekolah dapat mengembangkan format yang sama dengan model rapot yang sudah ada. Sekali pun ada perubahan format rapot dapat diduga bahwa data yang akan sekolah isikan tidak berbeda dari yang dihimpun sampai saat ini.
Oleh karena itu, pengelolaan buku induk, leger, data penunjang penunjang penulisan rapot tak perlu sekolah tangguhkan jika guru telah menghimpun data hasil penilaian autentik, ulangan, dan nilai tugas. Syaratnya sekolah telah memiliki sistem dokumen untuk menampung dan mengolah data yang guru himpun secara bertahap sehingga beban kerja guru dapat diperingan serta sekolah dapat mengevaluasi secara berkala perkembangan capaian hasil belajar siswa.

Pembelajaran Bahasa Indonesia Berbasis Teks

Submitted by on January 9, 2014 – 6:33 pm10 Comments | 6,681
Pada pelaksanaan kurikulum 2013 bahasa Indonesia menjadi penghela ilmu pengetahuan (carrier of knowledge).  Pada fungsi ini bahasa menjadi penarik yang mempercepat berkembangnya penguasaan ilmu pengetahuan siswa. Perkembangan pengetahuan siswa seiring dan seirama dengan perkembangan kemampuan berbahasa. Kemahiran menguasai makna dan struktur bahasa Indonesia sekaligus menjadi kekayaan pengetahuannya.
Kemampuan berbahasa menghela kecakapan siswa dalam mengiteraksikan hasil pemikiran baik secara tertulis maupun vebal pada interkasi sosial dalam menudukung pengungkapan pikiran dalam bidang pendidikan, ekonomi, politik, hukum, maupun industri. Peran memediakan pikiran secara tertulis kini makin penting dalam kehidupan sejalan dengan pertumbuhan pengetahuan dan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin cepat.
 Istilah Berbasis Teks
Istilah teks, juga sering disebut genre adalah satuan bahasa yang dimediakan secara tertulis atau lisan dengan tata organisasi tertentu untuk mengungkapkan makna dalam konteks tertentu pula. Riyadi menyatakan bahwa teks adalah bahasa yang sedang digunakan dalam konteks tertentu. Pandangan tersebut menyatakan bahwa teks dapat muncul dalam bentuk lisan maupun tulisan yang tidak terlepas dari sistem bahasa pada konteksnya.
Istilah teks sering disepadankan dengan istilah genre karena kegiatan berbahasa merupakan proses sosial yang berproses secara bertahap untuk mencapai tujuan tertentu sebagaimana dinyatakan Wiratno yang merujuk pada Martin&Rose (2003).
Genre berkaitan dengan latar belakang budaya dan sosial yang mendasari tercipta suatu teks. Karena itu, mengenali teks secara mendalam tak akan lepas dari nilai-nilai budaya yang melatarinya dan tujuan sosial mendasarinya. Analisis lebih jauh melalui teks tertentu dapat dikenali pula nilai-nilai spiritual atau moral yang melandasi tumbuhnya tujuan sosial maupun nilai-nilai budaya. Analisis seperti ini dapat membawa pemahaman tentang dimensi genre secara luas di samping pengenalan secara sempit tentang jenis teks yang menjadi bahan kajian.
Teks atau genre bisa sebagai wacana (discourse). Istilah wacana menurut kamus besar merupakan  (1) komunikasi verbal; percakapan; (2) lingkungan keseluruhan tutur yang merupakan suatu kesatuan; (3) lingkungan satuan bahasa terlengkap yang direalisasikan dalam bentuk karangan atau laporan utuh, seperti novel, buku, artikel, pidato atau khutbah; (4) lingkungan atau prosedur berpikir secara sistematis; kemampuan atau proses memberikan pertimbangan berdasarkan akal sehat; (5) pertukaran ide secara verbal.
Membedakan teks, genre, dan wacana adalah produk dari sudut pandang yang berbeda terhadap realitas bahasa dalam konteksnya. Bahasa dapat muncul dalam bentuk strutur, sebagai media interaksi sosial untuk mencapai tujuan tertentu, atau sebagai keseluruhan tutur yang dilandasi dengan cara berpikir sistematis dan logis.
Teks dilihat dari dimensi fisik jelas dapat keberadaannya, dapat dianalisis strukturnya, dan dapat dikenali unsur-unsurnya.  Dilihat dari dimensi abstrak, teks merupakan satuan makna bahasa melekat dalam penggunaanya dalam konteks tertentu. Dilihat dari dimensi proses sosial maka teks bermanka sejajar dengan genre. Jika dilihat dari proses komunikasi dalam penuturan atau pemediaan pikiran secara utuh, maka teks merupakan bermakna sama dengan wacana.
Hasil analisis dari berbagai dimensi tersebut, maka teks memiliki ciri berikut:
  • Memiliki tata organisasi yang kohesif
  • Mengungkapkan makna.
  • Terstruktur pada konteks
  • Dapat dimediakan dalam bentuk tulis maupun lisan (Wiratno).

Langkah Pengembangan Teks
Langkah pengembangan teks dalam pembelajaran bahasa Indonesia menggunakan  empat langkah berikut:
  • Membangun Konteks (MK)
  • Membentuk model teks (Pemodelan)
  • Membangun teks bersama-sama (MtB)
  • Membangun teks secara mandiri (MTM)
Pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks memiliki implikasi terhadap pelaksanaan pembelajaran tidak terlepas dari teks dalam bentuk lisan maupun tulisan. Proses pembelajaran saintifik menjadi terintegasi dengan empat langkah kegiatan dengan enam M (mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta).
Integrasi khas dalam pembelajaran bahasa Indonesia akan menghasilkan model berikut:
  1. Membangun konteks melalui kegiatan mengamati teks dalam konteksnya dan menanya tentang berbagai hal yang berkaitan dengan teks yang diamatinya. Pada langkah membangun konteks siswa dapat didorong untuk memahami  nilai spiritual, nilai budaya, tujuan yang melatari bangun teks. Pada proses ini siswa mengeksplorasi kandungan teks serta nilai-nilai yang tersirat di dalamnya.  Di sini siswa dapat mengungkap laporan hasil pengamatan untuk bahan tindak lanjut dalam kegiatan belajar.
  2. Membentuk model melalui kegiatan mencoba dan menalar merumuskan model strukur fonologi, gramatikal, leksikal, dan makna teks dibacanya. Pada langkah ini siswa didorong untuk meningkatkan rasa ingin tahu dengan memperhatikan (1)  simbol, (2) bunyi (3) tata bahasa dan (4) makna. Melalui analisis fakta dan data pada teks yang dipelajarinya siswa memperoleh model imbuhan, struktur imkata, frase, klausa, kalimat, maupun paragraf. Semua hal tersebut siswa pelajari pada konteks pemakaiannya. Pada tahapan ini siswa dapat mengeksplorasi jenis teks yang dipelajarinya serta mengenali ciri-cirinya. Proses aktivitas pengenalan bukan sebagai tujuan akhir pembelajaran, melainkan sebagai awal kegiatan untuk mengembangkandaya cipta.
  3. Membangun teks bersama-sama menyusun teks bersama masih dalam kegiatan mencoba, menalar, dan mencipta secara kolaboratif yang dilanjutkan dengan menyaji. Siswa menggunakan hasil mengeksplorasi model-model teks  untuk membangun teks dengan cara berkolaborasi dalam kelompok. Melalui kegiatan ini diharapkan semua siswa  dapat memperoleh pengalaman mencipta teks sebagai dasar untuk mengembangkan kompetensi individu.
  4. Mengembangkan teks secara mandiri dengan titik tekan pada siswa dapat menunjukkan kompetensinya secara individual dalam mencipta. Karena itu, dimensi kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia wajib memenuhi empat langkah dasar, enam langkah mengembangkan keterampilan beraktivitas secara saintifik, dua model  kegiatan koloboratif dan individual, dan berdimesi beraktivitas dan berkarya.

Program Matrikulasi Kurikulum 2013

Submitted by on June 6, 2014 – 8:46 pm2 Comments | 5,992
SMP, SMA, dan SMK yang akan memulai menerapkan kurikulum 2013 pada tahun 2014  menghadapi  tantangan kepadatan aktivitas dengan matrikulasi. Kegiatan ini perlu  segera dimulai pada akhir Juni 2014. Persoalan utama adalah  pelaksana kegiatan yakin benar dengan dalam menentukan strategi melaksanakannya.  Masalah lainnya adalah terbatasnya waktu untuk merumuskan program. Tergerak dengan persoalan  tersebut GP menyediakan model program yang dapat sekolah gunakan. Silakan unduh…
Program  yang disajikan masih perlu disesuaikan dengan kondisi sekolah masing-masing sehingga lebih efektif saat dijadikan acuan kegiatan yang kontekstual.

Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis

Submitted by on January 24, 2015 – 5:44 amNo Comment | 57
Dalam kehidupan keterampian berpikir kritis sangat penting. Oleh karena itu guru perlu terus mengasah pamahaman tentang apa keterampilan berpikir kritis dan bagaimana meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. Dengan pemahanan yang jelas maka guru dapat merencanakan keterampilan spesifik yang bagaimana, bagaimana mengintegrasikan ke dalam materi dan metode pembelajaran dan bagaimana pula menilainya.
Apakah keterampilan berpikir kritis?
 Keterampilan berpikir kritis adalah  kemampuan berpikir  jernih dan rasional.  Keterampilan ini meliputi  kemampuan merefleksikan pikiran dengan  berpikir secara bebas.     Keterampilan berpikir kritis bukan akumulasi informasi. Seseorang yang memiliki daya ingat yang kuat, menguasai banyak fakta, memiliki  pengetahuan atau konsep yang  banyak belum tentu   terampil berpikir kritis.
Keterampilan berpikir  kritis memerlukan dukungan pengetahuan serta terampil menggunakan pengetahuan untuk memecahkan masalah yang meliputi kemampuan untuk mengeksplorasi informasi untuk memenuhi kebutuhan  kegiatan berpikir. Keterampilan berpikir kritis sekaligus membekali siswa untuk  memilih masalah apa yang harus diselesaikan dan masalah mana yang tidak perlu diselesaikan. Dari pernyataan ini tersirat makna bahwa semakin kritis seseorang maka semakin kuat menentukan masalah yang harus diselesaikannya dan semakin tepat menjawab atau menyelesaikan masalahnya.
Keterampilan berpikir kritis bukan keterampilan berargumen atau mengkritik orang lain. Keterampilan berpikir kritis sangat diperlukan dalam menyepakati alasan secara kolektif dalam kelompok dalam rangka menyelesaikan pekerjaan bersama.
Dengan terampil berpikir kritis siswa dapat  melakuan berbagai aktivitas seperti berikut:
  • Mereflesikan pertimbangan atau alasan seseorang,  nilai yang diyakini, dan keyakinan yang dimilikii hubungan antara logika dengan  gagasan atau ide.
  • Mengidentifikasi, mengembangkan, dan mengevaluasi argumen.
  • Mendeteksi  hubungan yang tidak konsisten atau kesalah dalam berargumen.
  • Memecahkan masalah secara sistematis (mengubungn input , proses dan output dengan logika yang tepat)  
  • Mengidentifikasi  relevansi dan pentingnya ide.
Dalam aktivitas berpikir dengan berbagai tingkat kesulitannya dari mulai mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, sampai pada berkreasi memerlukan keterampilan berpikir kritis.
Bagaimana mengajarkannya?
Tahap 1
Guru dapat memulai meningkatkan keterampilan berpikir kritis dimulai dengan melatih siswa menggunakan pertanyaan ‘apa’, di mana, mengapa atau pertanyaan lain  yang diintegrasikan ke dalam bentuk  kegiatan untuk mengingat dan mengindentifikasi informasi.
Tahap 2
Siswa mencoba mengungkap informasi dari hasil eksplorasi pemikirannya dalam bentuk diskusi. Kegiatan ini membantu siswa mengorganisasi atau menyeleksi secara menyeluruh antara fakta dan ide.
Tahap 3
Selanjutnya, siswa menggunakan fakta, data, informasi, menafsirkan data sebagai bahan perumusan argumentasi  sehingga memperolah ide baru yang dapat digunakan untuk  menyelesaikan masalah.
Tahap 4
Mengkombinasikan seluruh ide untuk mengembangkan pendapat berdasarkan berbagai argumentasi yang dilandasi dengan fakta, data, atau informasi yang digunakan secara logis seperti dalam kegiatan diskusi.
Semoga uraian singkat ini berfaedah.
Referensi:
  • http://philosophy.hku.hk/think/critical/ct.php
  • http://www.edudemic.com/blooms-taxonomy-critical-thinking/

Metode Pembelajaran Berbasis Masalah

Submitted by  on January 24, 2015 – 3:15 amNo Comment | 35
Penggunaan metode pembelajaran berbasis masalah merupakan cara untuk meningkatkan siswa aktif, beraktivitas secara mandiri dalam kelompok, dan dapat menghasilkan karya. Siswa aktif menyusun masalah yang diungkap dari kehidupan nyata di sekitar siswa. Siswa juga menghimpun data atau informasi untuk mengembangkan keingin tahuannya.
 Dalam web Universitas Samfor mengutif pendapat Boud dan Duch dijelaskan bahwa  PBL adalah suatu pendekatan dalam merumuskan kurikulum untuk menghadapkan siswa pada masalah dalam mempraktikan sesuatu sehingga dapat merangsang siswa belajar ( Boud & Feletti,1991). 
PBL merupakan metode pembelajaran yang menantang siswa belajar tentang  cara belajar, melaksanakan kegiatan secara kooperatif untuk menyelesaikan masalah yang diangkat dari kehidupan nyata. PBL mempersiapkan siswa untuk berpikir kritis dan analisis, serta menemukan dan menggunakan sumber belajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa ( Duch, 1995)
 Apa karakter PBL?
Penerapan pembelajaran berbasis masalah memiliki karakter khusus sebagai berikut:
  •  Siswa merumuskan masalah yang kompleks .
  • Pebelajaran berpusat pada siswa 
  • Guru memfasilitasi siswa mengamati fakta yang realistis dan kontekstual
  • Siswa bekerja dalam kelompok kecil dan mencari jawaban atas masalah yang dirumuskannya.
  • Siswa melakukan penilaian diri, penilaian oleh teman, dan mendapat penilaian guru.
Apakah tujuan menerapkan metode pembelajaran berbasis masalah? 
Tujuan penerapan agar siswa mendapatkan pengalaman belajar sehingga memperoleh pengetahuan, keterampilan , maupun sikap seperti berikut:
  • Beradaptasi terhadap perubahan
  • Berpartisipasi dalam aktivitas
  • Berpikir kritis
  • Mencermati masalah dari berbagai sudut pandang
  • Mengintegrasikan keragaman apresiasi
  • Meraih keberhasilan melalui kerja sama dalam tim.
  • Mengidentifikasi kekuatan atau kelemahan
  • Meningkatkan kemampuan belajar individu dalam kelompok
  • Meningkatkan keterampilan berkomunikasi
  • Meningkatkan keterampilan menggunakan informasi dalam memecahkan masalah.
  • Bersikap hati-hati dalam menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah.
  • Bekerja sama dalam menyelesaikan masalah. 
Bagaimana melaksanakan pembelajaran berbasis masalah?
Langkah 1                                   
  • Memahami tujuan dengan indikator pencapaian kompetensi yang terukur
  • Membagi siswa dalam kelas ke dalam beberapa kelompok kecil
Langkah 2
  • Mengindentifikasi masalah yang kuat dari kehidupan
  • Menghimpun data atau informasi sebagai bahan pemecahan masalah.
Langkah 3
  • Merumuskan jawaban atau penyelesaian masalah sementara
  • Menggunakan data atau informasi sebagai bahan argumentasi atau bernalar dan berkarya
Langkah 4                                   
  • Menguji kebenaran jawaban dengan cara mengomunikasikan langkah pemecahan masalah.
Langkah 5
  • Merumuskan kesimpulan, siswa menetapkan jawaban dalam kelompok kecil.
Bagaimana menilai hasil PBL?
  •  Mengidentifikasi  tujuan pembelajaran 
  • Menentukan alat ukur yang sesuai dengan tujuan yang akan diukur
  • Melaksanakan penilaian dengan penilaian autentik
  • Melaksanakan penilaian dalam bentuk tes
Inovasi  adalah kreasi begitulah wikipedia mendefinisikan  dengan sinonimnya. Dijelaskan lebih lanjut, bahwa inovasi membuat produk, proses, cara, pelayanan, teknologi, atau gagasan lebih unggul dan baru sehingga seluruh bagian keunggulan dan kebaruannya diakui pasar, pemerintah, maupun masyarakat. Inovasi sering dimaknai sama dengan kreasi.
Inovasi berbeda dengan penemuan baru. Makna Inovasi lebih menekankan pada penerapan ide baru sehingga produk inovatif berupa produk baru, proses baru, layanan baru, teknologi baru,  sedangkan penemuan baru merujuk secara langsung pada pengolahan pikiran kreatif  sehingga menemukan ide baru atau metode baru.
Penerapan mengembangkan keterampilan berpikir kreatif dan inovatir pada proses pembelajaran sering tidak sempat kita bedakan dengan cermat. Selain karena makna keduanya sering ambigu, juga membedakan keduanya pun bukan yang teramat penting. Yang jauh lebih penting adalah guru meletakkan kedua istilah itu dalam konteks kecakapan berpikir kreatif dan inovatif yang dihubungkan dengan pengembangan penguaan informasi baru, menemukan hal baru, dan menghasilka karya yang baru bagi siswa.
Yang perlu dikembangkan dalam proses pembelajaran adalah siswa mampu belajar menguasai konsep, teori, gagasan baru sebagai dasar melakukan kegiatan dalam menghasilkan produk, proses, cara, teknologi, atau gagasan baru sehingga memperoleh pengalaman yang baru. Jika hendak dibedakan secara detil maka pengalaman berpikir kreatif lebih mewakili konsep pembeharuan ide sedangkan berpikir inovatif lebih mewakili kecakapan menerapkan ide dalam menghasilkan produk belajar yang baru.
SMA Khadijah, sekolah swasta terkemuka di Surabaya, merancang sistem pembayaran keuangan yang dapat diakses secara otomatis dari ATM bank BRI. Kartu ATM siswa berfungsi otomatis sebagai kartu pelajar. Kelihatannya hal ini cukup sederhana karena dalam pikiran yang sederhana, kita dapat mengirim uang dari rekening yang satu kepada rekening rekening yang lain seperti pembayaran listrik, telepon, atau air.
Namun ketika para siswa memerlukan pelayanan lebih seperti berapa bulan mereka sudah bayar dalam satu tahun berjalan, kapan mereka bayar, adakah tunggakan, maka hal itu mengandung resiko ada bagian dari sistem pembukuan sekolah yang dibuka ke pihak bank dan ada pembatasan pula informasi yang dapat dibuka. Ternyata program ini memerlukan proses, teknologi, dan pemikiran baru yang belum pernah dijalakan sebelumnya sehingga layak dinyatakan sebagai produk inovatif.
Model pembelajaran inovatif memiliki karakteristik yang khas, di antaranya guru memiliki keinginan untuk melakukan perubahan, pemahaman dan keterampilan untuk mencapai tujuan, memahami benar apa faktor-faktor penunjang, menggunakan strategi atau metode melaksanakan perubahan, dan mengevaluasi ketercapain tujuan yang ditetapkan dalam perencanaan.
Pada beberapan sekolah yang menerapkan konsep adiwiyata, seperti di SD Bantarjati 9 Kota Bogor, pembelajaran matematika diintegrasikan dengan lingkungan.  Misalnya, sebelum belajar matematika, siswa diminta untuk membawa dus pasta gigi dan pembungkus sabun yang berbentuk balok. Guru memperkenalkan konsep ukuran panjang, luas, dan tinggi menggunakan kotak pasta gigi dan dus sabun mandi, mengukurnya, sehingga siswa dapat meningkatkan keterampilan matematis dari sampah.
Seusai belajar siswa menghimpun sampah yang telah digunakan sebagai media belajar dalam tempat sampah yang telah mereka persiapkan. Setelah sampah terkumpul siswa dapat menjual barang bekas yang bernilai ekonomi yang mereka himpun secara kolaboratif. Timbangan sampah dan  nilai ekonomi yang  muncul dari proses pembelajaran matematika dapat dikembangkan sebagai bahan pemikiran inovatif siswa.
Ibu Yayah, kepala sekolahnya, menggagas pelajaran yang terintegrasi pada tanaman, halaman sekolah, masyarakat sekitar, dan seluruh lingkungan menjadi alat peraga dan labolatorium siswa belajar. Alam takambang menjadi guru. Siswa dibuat senang karenannya karena diyakini warga sekolah bahwa pikiran siswa tidak dapat bekerja optimal jika hatinya tertutup terhadap lingkungannya.
Di SD Sukadamai 3 Kota Bogor, proses belajar yang inovatif dikembangkan dengan kultur yang berbeda. Target-target terbaik dibangun melalui model transaksi. Misalnya, kepala sekolah menyatakan kepastian kepada orang tua siswa bahwa setamat dari sekolah ini siswa kompeten dalam berbahasa Inggris dan menjadi operator komputer yang handal. Guru bertransaksi kepada kepala sekolah target yang diunggulkannya. Selanjutnya siswa antusias pula membuat target kepada gurunya.
Pembelajaran dikejar target, namun porses belajar dilakukan dengan sukacita. Membangun pebiasaan menjadi penopang utama dan istikomah untuk mewujudkan target menjadi terbaik menjadi energi belajar mereka.

Selasa, 27 Januari 2015


Semangat Pelajar

Matahari bersinar lagi
Langit biru tersenyum lebar
Hujan tak lagi turun
Angin menghembus raga sempurna

Pengelolaan Buku Induk, Leger, Rapot, dan Penilaian Autentik Submitted by admin on November 21, 2013 – 1:04 pm 3 Comments | 8,029 Dar...